Kamis, 21 Juli 2011

4th Deames O' Sela Kusuma

ternyata sesibuk apapun, untuk sebuah hobi pasti ada waktunya.

 aku sudah berpikir kalau ini hobi lama yang harus ditinggalkan, tapi kenyataannya hidup tidak harus selalu konsentrasi pada satu titik. aku hidup dan punya kehidupan.waktuku adalah milikku.
sebagian waktu yang telah terjual biarlah terjual. masih banyak waktu lain yang harganya jauh lebih mahal dari yang ku jual setiap hari.

4th Deames O' Sela Kusuma
Deames adalah sebutan nama bendera, begitulah ketika aku masih balita.Beranjak Remaja aku memili pasangan jiwa yang aku sebut Sela Kusuma. Dan Keempat adalah berarti pengibaran Bendera Sela Kusuma yang ke empat di puncak gunung.
sambilku mengulang lagi pada pendakian sebelumnya. ternyata jauh lebih merdeka dari segi waktunya. waktu dan tenagaku bukan sepenuhnya miliku lagi.

yang aku minta adalah semoga tidak cukup sampai di situ saja. semoga banyak waktuku untuk kembali menikmati dinginnya suhu puncak gunung. padang batu merah yang hanya bisa aku jumpai di situ, semoga bisa aku jumpai kembali.

Sabtu, 14 Agustus 2010

One In a Million

Satu diantara yang aku kenal. Awalnya memang sama saja kuncup bunga di taman. Tapi luncur itu menjadi satu-satunya mawar yang berwarna biru. Sampai-sampai aku begitu memperhatikannya. Indah, tapi jika aku memetiknya maka hilanglah segalanya. Dari layu hingga akhirnya mati. Setidaknya aku ingin menjadi bunga lili yang menemaninya yang tumbuh di sela-sela batu.

Awal kelas tiga ini aku akui jatuh cinta pada hati yang aku anggap masih putih belum ternoda. Aku merasakan hal yang sebelumnya belum pernah terjadi pada hidupku yang masih polos.
Sejauh ini aku belum mengenal Noni. Setahuku dia anak PMR dia temen Riski yang sekarang aktif di Pramuka. Sebelumnya Noni mau masuk Pramuka tapi dia punya alasan sendiri yang aku tidak tahu. 



IT'S ALRIGHT

Pagi itu masih benar-benar buta. Tapi mungkin karena lampu kamarku yang dipadamkan. Padahal diluar banyak bintang-bintang meski tanpa bulan. Dengan semangat aku melakukannya. Entah apa yang memotivasi aku, segera aku kemasjid untuk sholat subuh. Sungguh belum pernah sebelumnya, dan sudah seminggu ini aku sukses melakukannya. Suasana yang masih pagi itu aku manfaatkan untuk belajar dan mengecek perlengkapan yang telah aku persiapkan semalam untuk jadwal siang nanti. Sabtu, jadwalnya piket kelas dan siangnya ada ekstra Seni Baca Al Quran.

Pagi yang cerah. Matahari bukan Juli itu sedikit keutara menjauhi khatulistiwa. Akhir pekan yang lebih dicintai dari hari yang lain. Pagi yang biasa tapi sempurna, apa yang akan terjadi hari ini. Kalau aku bilang hari yang cocok untuk masuk buku harian, meskipun itu baik atau buruk. Tapi yang jelas semalam aku tidur nyenyak tanpa mimpi apapun. Tapi apa mungkin diimpikan? Tapi harapan jelas lebih sempurna dari yang terjadi.
Sepeda ku kayuh pelan. Sesekali teman-teman menyapa di dalam angkotan umum. Sepedaku tetap kukayuh pelan. "Santai, sudah belajar ini", kataku. Matahari tetap pada posisi melawanku. Menyilaukan, tapi ingat-ingat aku harus piket kebersihan kelas pagi itu. Sesampainya, sepeda ku parkir tanpa dikunci. Sedikit berlari aku semangat menuju kelas. Tapi tiba-tiba ada suatu hal yang membuat kakiku pelan dan berjalan. Seseorang telah memanggil aku. Seseorang, jauh tapi tepat dihadapanku. Aku tidak percaya dia yang memanggil aku. Tapi segera aku hampiri ketika aku yakin memang dia memanggilku.
"Kata Ka' Syifa kaka mau minta fotoku ya?", Noni menanyakan padaku.
"Ha,,, Eem, o iya! Tapi kemarin cuma bercanda ja koh"
"Hm . . . m!"
"Eh, sudah dulu ya, aku mau piket nich!"

Sesuatu yang tidak terlupakan. Seingatku itu pertama aku bicara dengan dia. Membuat aku tersenyum, tapi membuatku merasa kalah karena celakanya dia yang lebih berani dari aku. Padahal aku merasa belum pernah memanggil apalagi bertanya padanya. Aku seorang pendiam. Tidak pandai bicara. Tapi hari ini membuatku harus lebih berani dari dia.